Home

Jumat, 26 Juni 2009

Di Atas Bus Kota

Pagi ini kembali kulihat, bapak-bapak setengah baya memainkan seruling tuanya. Memainkan nada-nada lagu lama. Lagu yang indah yang membangkitkan kenangan. Aku berusaha mengingat judul lagu itu. Mungkin itu lagu daerah dari kampung halamanya dulu.

Setelah lagu terakhir ia mainkan, kantong plastik ia keluarkan. Dengan kantong itu ia berusaha meraih sedikit sedekah dari penumpang-penumpang di bus kota. Ia mengucapkan terima kasih dengan penuh suka cita dari setiap keping uang yang diberikan orang kepadanya. Kelelahan di wajahnya mendadak sirna ketika ia menghitung pendapatannya kali ini lumayan. Lumayan untuk permulaan di pagi ini. Mungkin nanti siang rezeki akan datang lebih banyak.

Bapak itu bukan realita pertama yan kulihat dari atas bus kota. Beberapa hari yang lalu dua orang pemuda bernyanyi di atas bus kota diiringi indahnya melodi dari gitar dan biola mereka. Lagu yang mereka nyanyikan '' Sleeping Child'' sangat menggugah telinga para penumpang bus.

Aku tahu kondisi mereka tidak sebagus palantun asli lagu itu. Dari baju lusuh yg mereka kenakan aku bisa mengira-ngira kondisi ekononi mereka. Dari tubuh kurus mereka aku bisa merasakan kelaparan karena tidak bisa makan 3 hari sekali.

Tapi wajah mereka begitu tabah. Wajah yang begitu tenang. Mereka tidak menyalahkan nasib walau kondisi mereka demikian nelangsa. Aku jadi malu. Sudah berapa banyak sumpah serapah yang kulontarkan hanya karena sedikit ketidaksempurnaan yg ada dalam hidupku.

Bapak tua dan kedua pemuda itu menyadarkanku akan pentingnya keberadaan rasa syukur dalam hati. Aku menjadi malu. Mengapa begitu mudahnya aku melupakan rasa syukur.

Kepada bapak tua dan pemuda di atas bus aku mengucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar