Home

Senin, 26 Januari 2009

Mahasisa dan Dilema Tulis Menulis


Sejak menjadi mahasiswa baru saya sudah mendapat banyak nasihat dari kakak senior dan dosen yang menyarankan saya, dan teman-teman saya juga, untuk sering-sering membuat karya tulis. Mahasiswa itu belum afdol rasanya kalau belum bisa menghasilkan karya tulis. Menjalani hidup sebagai mahasiswa tanpa pernah menghasilkan suatu karya tulis ibarat sayur tanpa garam.Terdengar hiperbolis, ya. Tapi, kalau dipikir ada benarnya juga. Sebab, yang namanya mahasiswa itu musti intelek. Kalau gak, mau jadi apa Indonesia.
Namun, saya rasa nasihat dari kakak senior dan dosen itu seperti angin berlalu. Kenapa saya berkata demikian, sebab bila melihat kenyataan pada mahasiswa-mahasiswa disekitar saya, di lingkungan FISIP, masih sedikit mahasiswa yang menghasilkan karya tulis. Bila membaca surat kabar saya melihat tulisan mahasiswa jarang dimuat. Memang ada, tapi jumlahnya sedikit. Kebanyakan kolom opini atau artikel di media massa ditulis oleh orang yang sudah cukup terkenal. Apakah dalam hal ini mahasiswa dipandang sebelah mata?.
Tulisan mahasiswa yang sering saya lihat terdapat di internet. Paling banyak dalam bentuk blog (seprti saya). Yang sudah punya website sendiri biasanya mahasiswa yang tingkatannya sudah tinggi. Misalnya strata 2 (S2) atau yang sedang kuliah di luar negeri.
Melihat fenomena ini, saya beranggapan bahwa sejak semester awal sebaiknya para mahasiswa mulai diberi pelatihan untuk menulis. Sebaiknya pula diadakan kompetisi-kompetisi karya tulis. Kompetisi yang sudah ada sekarang persyaratannya terlalu berat. Sebaiknya diadakan kompetisi karya tulis dengan kriteria yang lebih mudah khusus untuk mahasiswa di tingkat awal. Misalnya, kompetisi membuat artikel
dengan tema umum dan panjang naskah maksimal tiga halaman folio. Atau kompetisi membuat cerpan, bisa juga pengalaman pribadi.
Memang terdengar tidak terlalu berarti, tapi untuk menuju suatu kompetisi yang lebih tinggi tentunya didahului dari kompetisi yang kecil-kecil dulu, kan. Cara seperti ini saya rasa bisa merangsang para mahasiswa untuk rajin menulis sehingga mereka tidak akan kagok kalau diminta untuk menulis karya ilmiah atau skripsi.
Mahasiswa yang sering terlihat bingung kalau disuruh membuat karya tulis. Mereka baru akan menghasilkan karya tulis apabila disuruh dosen. Seperti kembali ke zaman SMA, kan. Hal ini diakibatkan tidak lain karena perbedaan kurikulum pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan di bangku kuliah. Di sekolah, siswa membuat karya tulis karena tuntunan dari guru. Kebiasan ini berlanjut sampai kuliah. Maka, kurikulum bahasa Indonesia harus dibuat lagi khusus untuk mahasiswa. Mata kuliah MPKT bahasa Indonesia saya rasa kurang untuk mengakomodir hal tersebut sebab tidak merangsang mahasiswa untuk menghasilkan karya tulis atas kesadaran mereka sendiri. Pelatihan dan kompetisi saya rasa efektif untuk meransang mahasiswa agar menghasilkan karya tulis.

Menurut kalian oke gak usulan saya ini?. Kalo ada yang maw mengkritik silakan kasih koment. Moga-moga aja kepedulian kita terhadap kepedulian menulis makin terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar