Home

Rabu, 15 Juli 2009

Apakah Aku telah Mengecewakan Mereka?

Adikku sudah kelas 3 SMA. Saat ini ia sedang bingung memilih jurusan dan universitas mana yang akan dimasukinya kelak. Di meja belajarnya ia menempel tulisan besar “Sas Kor UI” (sastra korea UI). Adik memang memiliki keinginan untuk memasuki jurusan Sastra Korea UI, karena ia memang sangat suka budaya Korea, terutama film dan artis-artisnya.

Tapi sebenarnya ia berada dalam dilema. Ia memiliki banyak minat jurusan. Ia pernah berkata ingin masuk Biologi karena suka pelajarannya. Yang kutahu ia pernah mendapat juara 1 dalam lomba biologi di sekolah dan pernah mengikuti OSN dalam bidang Biologi. Ia juga ingin masuk teknik pangan IPB dan Ilmu gizi.

Tadi malam ibu berkata pada adikku. Ia memberi nasihat pada adik seputar jurusan yang ia ingin masuki. Ibu memberi nasihat dengan lembut. Tidak terkesan mengintimidasi adik. Tapi diakhir kata ibu bicara,”Jangan masuk Sastra Korea, ya de”.

Dalam hati saya merasa sedikit bingung. Walau ibu berkata lembut tapi ia agak sedikit memaksakan. Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan ibu disini. Sungguh saya sangat menyanyagi ibu. Tapi dari sudut pandang yang lebih objektif memang dapat dikatakan demikian. Dari dulu, setiap adik ingin berkonsultasi seputar jurusan masa depan ibu kebanyakan menyetirnya.

Dalam pandangan saya jika seseorang hendak meminta saran, maka berikan saja saran yang ia butuhkan. Kuatkan ia untuk bisa yakin mempertanggungjawabkan yang ia telah pilih bukan menyuruhnya untuk mengikuti rekomendasi yang kita berikan. Terutama dalam pilihan jurusan adik saya ini. Menurut saya ia hanya butuh untuk dinyalakan motivasinya.

Memang ibu tidak sepenuhnya salah, saya pun terkadang suka memaksakan orang lain. Tambah lagi ibu mungkin lebih pantas berkata demikian karena ia ibu kita. Tapi dalam hati saya kasihan dengan adik saya yang terlalu didominasi orang lain.
Ibu dan ayahku sangat mengingikan adik masuk jurusan kedokteran. Tidak peduli universitas mana. Mau yang negeri atau swasta, di luar atau di dalam Jakarta. Pernah ia menangis karena merasa bingung akan hal ini. Adik sebenarnya tidak terlalu berminat menjadi dokter. Ia takut darah dan takut membedah orang. Tapi ayah sangat menginginkan adik untuk menjadi dokter supaya bisa ada yang mengurusi kesehatannya kalau sudah tua.

Dari hal ini, saya menjadi bertanya-tanya, apakah sebenarnya saya sudah mengecewakan mereka?. Apa mungkin adik saya yang dijadikan harapan terakhir keluarga karena kedua kakaknya tidak bisa menjadi apa yang bapak dan ibu harapkan?. Saya tidak mengerti dan saya masih sesak memikirkannya sampai sekarang.

Pertanyaan itu memang tersirat dari persoalan yang adik saya sedang hadapi. Tapi entah mengapa pertanyaan itu lebih ditujukan kepadaku. Jujur saya merasa orang tua tidak ridho saya masuk di jurusan saya yang sekarang.

Jika melihat ke masa lalu dimana saya masih duduk di bangku SMA. Saya belum terlalu memikirkan akan jadi apa saya kedepannya. Tapi ada satu hal pasti, saya suka membaca buku-buku pengembangan diri dan buku-buku psikologi. Saya suka membaca perilaku orang. Saya ingin menjadi seorang psikolog.

Cita-cita ini bahkan sudah tumbuh ketika saya masih di SMP. Saya masih ingat ketika ayah mellihat koleksi buku-buku pengembangan kepribadian saya. Ia berkata,”Dek, kamu memang cocok masuk Psikologi”. Sejak saat itu saya benar-benar berniat untuk masuk jurusan Psikologi jika sudah lulus. Jurusan psikologi yang terbagus menurut saya ada di UI. Sebab sudah banyak pakar psikologi tenar yang dihasilkan dari sana, misalnya Rose Mini.

Jadilah saya yang waktu itu masih di kelas 1 SMA belajar giat agar bisa dapat rangking bagus dan bisa dapat PMDK UI. Pada akhirnya saya memang dapat PMDK UI. Suatu keberuntungan yang jarang didapatkan oleh siswa-siswi lain. Tapi dilema lain muncul, ternyata saya tidak bisa semudah itu lolos Psikologi UI walau sudah punya ‘tiket’ PMDK itu. Jumlah formulir yang masuk masih akan diseleksi dan dengan kata lain tiket PMDK itu bukan jalan yang pasti untuk bisa masuk Psikologi UI, jurusan yang saya idam-idamkan sejak dulu.

Saya bingung, saya tidak mengetahui hal ini sebelumnya. Saya harus memutuskan di detik-detik terakhir, apakah saya akan tetap mencoba Psikologi UI dengan kemungkinan tidak masuk yang besar atau memilih alternatif lain.

Saya ingin mencoba Psikologi UGM namun orangtua tidak mengizinkan saya kuliah selain di Jakarta. Karena menurut mereka saya anak yang kurang tangguh untuk hidup sendiri. Walau mungkin mereka tidak sepenuhnya benar.

Karena universitas di daerah Jakarta yang terbaik adalah UI maka saya tidak ada gambaran untuk mencoba universitas lain. Orang tua saya juga tidak terlalu menyukai universitas swasta. Maka saya pun memilih jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan pertimbangan kakak kelas saya ada yang masuk sana dan saya pikir ilmu yang dipelajari di psikologi dan di kessos tidak akan jauh berbeda (walau kini setelah saya sadari ilmunya benar-benar berbeda).

Keputusan itu saya buat sendiri tanpa saran orangtua. Bapak dan ibu tidak memberikan saran selama saya mengurus formulir PMDK. Saya tidak tahu apakah mereka tidak memberikan saran karena saya kelihatan lebih suka menetapkan pilihan saya sendiri atau karena apa?.

Tapi pada waktu itu saya hanya memikirkan bagaimana supaya formulir PMDK itu diurus (karena ternyata mengurusnya susah sekali). Sebenarnya saya juga butuh saran dari orangtua saya pada waktu itu, tapi entah mengapa sepertinya untuk hal ini komunikasi kami kurang.

Akhirnya pengumuman datang dan saya diterima di jurusan kessos. Tanggapan saya: tidak terlalu senang. Bapak dan ibu juga sepertinya tidak terlalu gembira akan hal itu. Tidak seperti orangtua lain yang sangat senang ketika anaknya diterima di UI atau ketika namanya muncul di pengumuman SPMB. Hahhh....waktu itu cukup aneh.

Sampai saat ini saya masih memendam pertanyaan, apakah bapak dan ibu kecewa karena anaknya ini masuk jurusan yang menurut kebanyakna orang tidak terlalu favorit itu?. Sungguh saya tidak bermaksud menjelek-jelekkan jurusan atau siapapun disini. Sebenarnya kessos itu jurusan yang bagus hanya saja orang-orang tidak banyak yang tahu.

Saya masih ingat ketika itu aku sedang makan, ibu sedikit bertanya mengenai jurusan kessos, aku menjelaskan setahuku dan ibu berkata, “Ah..dari kessos nantinya jadi apa?”. Sungguh mungkin menurut ibu itu adalah kata-kata biasa tapi dalam hatiku kata-kata itu cukup mengiris.

Saya merasa gagal sebagai anak. Selama ini saya selalu berusaha menjadi anak pintar agar bisa membanggakan mereka. Dulu ketika masih di kelas 2 SMA ibu saya benar-benar bangga ketika melihat nama saya ada di jejeran pertama peringkat di kelas. Saya merasa senang ketika itu. Tapi sekarang keadaannya benar-benar berbeda.

Ahhh....ibu sebenarnya anakmu ini tidak ingin mengecewakanmu. Seandainya saja saya diberikan kesempatan berkuliah di jurusan idaman saya mungkin ibu tidak harus kecewa.

Saya menjadi bertanya-bertanya, apakah jurusan yang saya dapat ini adalah cobaan atau berkah yang sebenarnya harus disyukuri. Apakah ini ujian atau sebenarnya ini adalah jawaban yang terbaik dari Tuhan. Saya tidak bisa menebaknya.

Setelah itu, saya akhirnya memutuskan untuk mempertanggunjawabkan pilihan saya meski orangtua masih menyarankan untuk iktu ujian di sana-sini. Teman-teman saya malah merasa aneh, “Avi yang udah dapat PMDK kok masih ikut ujian lagi, sih”. Hehhh...mereka hanya tidak tahu kemelut hati saya.

Saya pikir orangtua saya waktu itu sudah bisa menerima bahwa memang ini takdir untuk anaknya. Tapi ternyata orangtua masih menyarankan saya untuk iktu SPMB. Saya benar-benar bingung, saya sama sekali tidak memiliki persiapan sebelumnya. Peserta UMB yang lain pasti sudah ikut bimbel sebelumnya. Mungkin saya satu-satunya peserta di ruangan itu yang tidak belajar intensif. Akhirnya saya pun mengikuti UMB. Saya masih ingat waktu itu saya dapat tempat di SMA 1 Boedi Utomo. Sekolah dengan bangunan klasik berdiri di tengah-tengah bangunan bersejarah lain di Jakarta.

Untungnya saya tidak bertemu teman satu sekolah. Dalam UMB saya memilih Psikologi dan Hukum UI. Pilihan kedua itu benar-benar tidak terpikir. Dalam benak saya waktu itu yang penting masuk UI karena saya tidak boleh kuliah di luar Jakarta dan universitas yang memiliki fasilitas dan kredibiltas terbaik menurut saya hanya UI (bukan berarti Universitas lain tidak bagus,loh).

Dan pada saat pengumuman UMB saya dinyatakan tidak lulus. Yah, saya tidak terlalu menyesal. Memang saya sudah memperkirakan hal ini sebelumnya. Bukan memang benar takdir saya di kessos.

Saya merasa orangtua saya pun akhirnya bisa menerima. Bahwa walau sudah dicoba pun ternyata aku memang sudah takdir masuk kessos. Yah, setidaknya mereka tidak penasaran lagi. Saya tahu mungkin dalam hati mereka masih terdapat rasa kecewa.
Dan itulah yang membuat saya merasa besalah setiap memikirkannya.

Jika ada anak orang lain yang dapat akuntansi UI, ataupun administrasi niaga ibu terlihat agak iri. Mungkin ia tidak bisa seperti dulu lagi membanggakan anaknya ini. Tapi di dalam hati aku tahu, ibu tidak se “gilapujian” itu. Ia hanya bangga ketika orang lain tahu anaknya sukses (menurut ukurannya).

Yah, bukankah mayoritas orangtua seperti itu. Saya berharap semoga ukuran sukses menurut mereka bukanlah yang terbaik bagi saya. Mungkin saja apa yang mereka anggap kegagalan seperti saat ini jusru merupakan suatu keberkahan yang tertunda. Yah, saya berharap demikian.

Sebagai anak mungkin ini saatnya saya merasakan masa-masa dimana saya merasa tidak berguna dihadapan mereka. Takdir selalu berbicara beda. Saya sangat ini bertanya pada bapak atau ibu, apakah mereka ridho anaknya menjalani bidang ilmu yang sama sekali tidak pernah terbayangakan ini?. Tapi selalu saja sulit mengatakannya.

Saya benar-benar ingin mendengar dukungan ikhlas dari mereka agar saya bisa belajar dengan lebih tenang. Hal ini telah memberikan pelajaran bagi saya bahwa saya harus rajin belajar dan berusaha menjadi anak yang lebih baik, anak yang lebih sholeh agar setidaknya mereka bisa merasa bangga.

Kejadian ini seolah menjadi cambuk bagi saya untuk terus berusaha giat agar di masa depan nanti saya bisa menjadi orang berguna dan membanggakan mereka. Semoga Tuhan mendengar doa ku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar